Washington D.C., AS – Gelombang pemecatan massal yang menimpa para ilmuwan iklim di berbagai lembaga vital Amerika Serikat (AS) telah memicu kekhawatiran mendalam di tingkat global. Keputusan yang diambil di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump ini dinilai tidak hanya mengancam kemajuan riset iklim di AS, tetapi juga berpotensi melemahkan upaya kolektif dunia dalam memahami dan menanggulangi dampak perubahan iklim yang semakin nyata.

Laporan Deutsche Welle (DW) pada Kamis, 8 Mei 2025, menyoroti bagaimana langkah “pembersihan besar-besaran” ini telah menyasar berbagai institusi ilmiah ternama, mulai dari Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) hingga Badan Perlindungan Lingkungan (EPA). Salah satu yang paling terdampak adalah lembaga yang selama ini menjadi pusat riset cuaca dan iklim terkemuka dan menjadi acuan internasional. Pemecatan ini disebut sebagai “keputusan sembrono terhadap proyek ilmiah vital” yang krusial untuk memahami dampak iklim terhadap ekonomi, infrastruktur, dan kehidupan masyarakat luas.

Tidak hanya pemecatan, pemerintahan Trump juga dilaporkan mengusulkan pemangkasan anggaran yang signifikan untuk sains federal pada tahun 2026. Jika ini terwujud, para ahli memprediksi akan terjadi pergeseran pusat gravitasi sains iklim global dari Amerika Serikat ke kawasan lain seperti Uni Eropa, Cina, dan negara-negara OECD lainnya termasuk Inggris, Jepang, Korea Selatan, dan Australia.

Dampak Internasional Tak Terhindarkan

Komunitas ilmiah internasional telah menyuarakan keprihatinan serius atas perkembangan ini. Ribuan ilmuwan dari berbagai negara dilaporkan telah menandatangani surat terbuka yang ditujukan kepada Kongres AS. Dalam surat tersebut, mereka menyebut pembongkaran lembaga-lembaga riset iklim AS sebagai “pengingkaran kepemimpinan global AS dalam sains iklim.”

Salah satu dampak nyata yang sudah mulai dirasakan adalah berkurangnya aliran data iklim penting dari Amerika Serikat. Florence Rabier dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF), salah satu lembaga prakiraan cuaca terkemuka di dunia, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengamati adanya penurunan sekitar 10% data yang berasal dari balon cuaca di wilayah AS.

“Cuaca tidak mengenal batas negara, dan prediksi yang akurat sangat bergantung pada ketersediaan data global,” ujar Rabier, menggarisbawahi ketergantungan dunia pada kontribusi data dari AS.

Profesor Walter Robinson dari NC State University turut menekankan nilai global dari riset iklim yang dilakukan di AS, khususnya temuan dari National Climate Assessment (NCA). Mengingat luasnya cakupan geografis dan keragaman iklim di Amerika Serikat, data dan analisis dari negara tersebut memiliki relevansi yang sangat tinggi bagi pemahaman perubahan iklim secara global. “Maka tak heran jika komunitas ilmiah internasional ikut bersuara,” tegas Profesor Robinson.

Kekosongan Kepemimpinan dan Masa Depan Riset Iklim

Meskipun ada optimisme bahwa para ilmuwan akan terus berupaya mencari jalan untuk melanjutkan penelitian mereka, pakar seperti Cleetus (tidak disebutkan afiliasinya dalam kutipan) mengakui bahwa kekosongan yang ditinggalkan oleh AS tidak akan mudah tergantikan dalam waktu singkat. “Tak ada cara untuk langsung menggantikan mesin inovasi ilmiah sekelas AS di tempat lain dalam semalam,” katanya.

Eropa dilaporkan tengah bersiap untuk mencoba mengisi sebagian kekosongan yang mungkin ditinggalkan oleh AS dalam kepemimpinan riset iklim global. Namun, skala dan sumber daya yang selama ini dikontribusikan oleh Amerika Serikat dalam bidang ini sangatlah besar.

Pemecatan massal para ilmuwan iklim dan pemangkasan anggaran sains ini terjadi di tengah meningkatnya urgensi global untuk mengatasi krisis iklim. Berbagai laporan ilmiah, termasuk dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), terus menunjukkan percepatan dampak perubahan iklim, mulai dari cuaca ekstrem, kenaikan permukaan air laut, hingga ancaman terhadap ketahanan pangan dan keanekaragaman hayati.

Keputusan pemerintah AS ini dikhawatirkan tidak hanya akan menghambat kemampuan negara itu sendiri untuk beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim, tetapi juga akan mengirimkan sinyal negatif kepada komunitas internasional mengenai komitmen salah satu negara emitor gas rumah kaca terbesar di dunia ini dalam menangani isu global yang krusial. Dunia kini menunggu apakah tekanan dari komunitas ilmiah domestik dan internasional dapat memengaruhi kebijakan pemerintah AS ke depan terkait masa depan riset dan aksi iklim.